Nay
duduk tepekur di salah satu pondok yang sengaja disewakan bagi pengunjung
tanjung bayam, kawasan wisata pantai yang berada di sebelah barat, kota
Makassar. Tempat yang diduduki Nay, bale-bale yang terbuat dari bambu,
dindingnya dilapisi terpal warna coklat yang sudah usang warnanya, dan beberapa
titiknya sudah sobek dimakan terik
matahari dan angin laut asin. Sesekali
kaki kirinya mempermainkan pasir putih membentuk lukisan abstrak, atau
menendang serakan sampah disekitar kakinya, gelas air mineral, atau bungkus
makan ringan dan kulit jagung. Suara deru ombak kecil menemaninya sepanjang
siang ini.
Sekali
lagi gadis berwajah oriental ini, memandangi ombak yang bekejaran, menimbulkan
suara khas yang lembut namun menghentak. “Biarkan rindu ini menjadi hiasan
tersendiri dihatiku, silahkan datang dan
silahkan pergi. Aku tidak ingin memaksa untuk
menghentikannya dan menimbulkannya. Suatu saat nanti akan menjadi sebuah
bunga-bunga yang berrmekaran ketika
rindu yang sebenarnya datang”. Bathinnya mencoba menenangkan perasaannya.
Dibiarkan
jilbab ungunya berhias korsase kuning dipermainkan angin basah. Tak
dihiraukannya matahari sudah mulai menyengat nakal menembus kulit putihnya .
“Ah…. Kenapa pula ada galau, kenapa pula aku harus meratapi kesedihanku. Move
….Nay…tidak…tidak bisa begini. Putus itu hanya sebuah kata yang berarti end, selesai, berakhir, stop. Bukan berarti
matinya sebuah harapan , kehidupan dan ketidakberdayaan meraih masa depan yang
lebih baik. Ini baru awal mencapai kebahagiaan yang sesungguhnya” Bathinnya
lagi, mencoba berdamai dengan galaunya. Ada titik air bening mengalir dipipinya
yang tirus. Dia tidak ingin menyekanya. Berharap air bening dan asin ini
membawa semua kata-kata sakit dihatinya, jatuh kebumi, menembus pasir dan
terbawa air laut, berganti angin
sepoi-sepoi, membawa lembaran-lembaran
bunga yang harum mewangi.
***************
“Buku
kamu jatuh”. Kata-kata datar namun berwibawa keluar dari bibir cowok dengan
rambut cepak, lebat dan hitam. Ada senyum tipis terukir diwajah cowok dengan
tinggi 165 cm ini. Untuk sesaat Nay terkesima dengan senyum cowok yang berdiri
didepannya sambil menyerahkan buku Nay yang
tadi jatuh.
“Mmm…makasih”. Agak
kacau suara Nay, tapi untung tidak membuatnya pucat. Malu juga dia dengan
suasana kaku seperti ini. “kenapa juga
harus kaku dan gagu, memang dia ini
siapa sampai membuatku kacau begini”. Bathinnya tersadar.
“Ok….bro, thanks ya…”.
Akhirnya Nay dapat menguasai perasaannya. Sifat aslinya muncul. Cuek dan
seenaknya. Tanpa berkata-kata lagi Nay berlalu dari hadapan cowok yang masih
berdiri sambil memandang Nay. Walau Nay berjalan menggunakan kruk disebelah
kanannya, tapi gadis ini sangat lincah tanpa kesulitan menyusuri pedestrian
kampus hijau.
“Hai…Fahmi..! Segitunya
memandang Nay, kamu suka ya…., anaknya manis sih….tapi rada cuek gitu, dan
pemakai “. Tiba-tiba Aldo datang menghampiri cowok yang ternyata bernama Fahmi.
“Ooo… jadi itu Nayla…. Wah…kebetulan. Kita kan
ada seminar tentang narkoba. Kita ajak Nay bergabung, untuk sharing
didepan peserta. Saya dengar dia sudah berhenti dari narkoba dan sekarang aktif membina
anak-anak pemulung. Kamu ajak saya
kenalan dengan Nay. Yuk…mumpung dia ada disekitar kampus”. Fahmi bergegas sambil menarik tangan sahabatnya.
“Santai aja bro…, kamu
ini kalau ada maunya maksa aja. Setelah ini kamu traktir saya ya…”. Aldo tak
senang, walau begitu dia ikuti juga langkah Fahmi.
“Ok…mantaplah itu…”. Fahmi tersenyum senang sambil mengacungkan
jempol kanannya, tanda setuju.
************
Nayla,
anak semester empat fakultas ekonomi. Dikenal dengan wanita pemakai narkoba.
Sebagian teman fakultasnya tidak senang berdekatan dengannya. “Ckckck...gadis
itu tidak tahu malu ya, sudah cacat, narkoba lagi”. Semestinya ingat diri dong,
ngak punya kaki setengah, malah menyentuh barang haram”. “ Iya...ya kiraian
orang cacat baik-baik, tobat dikasi cobaan begitu, eh..ini malah nambah dosa
dengan narkoba”. Itu sebagian sindiran teman-teman Nay. Tapi Nayla cuek saja
dan tidak ambil pusing dengan perkataan dan cibiran teman-temannya. Itu masa lalunya, lagian dia
sekarang tidak bersentuhan lagi dengan barang yang meresahkan masyarakat ini,
tapi surga dunia bagi yang kecanduan. Walau trademerk “pemakai” masih begitu
melekat didirinya, Nayla maklum saja dengan sikap teman-temannya, yang belum
bisa membedakan pemakai dengan mantan pemakai. Atau tepatnya mereka belum mau
menerima keadaan dirinya sekarang. Sebetulnya bagus juga sih, ada kehati-hatian
berteman dengan Nay, sebagai peringatan jauhi narkoba, tidak baik untuk
kesehatan dan dijauhi teman. Tapi jangan bersikap munafik. Mencibir Nay, malah
sikap mereka bukan hanya pemakai tapi pengedar.
Nay santai saja menghadapi teman-temannya.
Cibiran tidak harus dibalas dengan teguran keras, tapi sikap yang santun dan
membuktikan dirinya bukan lagi pemakai narkoba. Mereka tidak tahu cerita yang
sesungguhnya kenapa Nay sampai bersahabat dengan narkoba, dan kemudian menjadi
cacat. Nay tidak berusaha merubah opini teman-temannya, dengan menslogankan
dirinya bersih dari narkotika. Yang perlu dia lakukan sekarang adalah ingin
berbuat sesuatu yang dianggapnya bisa
membantu orang-orang disekitarnya dan menyenangkan hatinya. Maka dia memilih
membantu anak-anak pemulung yang tinggal disekitar rumahnya. Mengajari membaca,
berhitung dan berbagai ketrampilan. Nay juga tidak mau apa yang dia lakukan
mendapat applous atau penghargaan.
Sekali
lagi Nay, menarik napas panjang. Mencoba mengeluarkan sesuatu yang menyesakkan
dadanya. Nay membiarkan awal pertemuannya dengan Fahmi bermain-main
diingatannya, sambil merasakan angin panas laut tanjung bayam.
**********************
Nayla mengakhiri materinya, “dari cinta kita belajar banyak hal”. Peserta seminar sehari yang
diadakan oleh Fakultas kedokteran, memberi applous panjang. Fahmi tersenyum
manis pada Nayla ketika mata mereka berpapasan. Nayla membalas tersenyum dan
segera duduk disamping Fahmi.
“ Wah… kamu hebat Nay.
Saya yakin semua peserta tak ingin
menyentuh yang namanya narkoba”.
“ Aku tidak hebat, apa
yang kusampaikan didepan peserta itu karena aku yang mengalaminya sendiri. Jadi
bisa memberi penjelasan dengan sangat baik”.
“ Iya….tapi tetap saja
kamu sangat bersahaja ketika shared dengan mereka”.
“ Ah… kamu ada-ada
saja. Tapi aku tidak sarankan untuk mengetahui lebih dalam tentang narkoba,
dengan mencoba menjadi pemakai. Itu pekerjaan sia-sia”.
“ Hehehe….tapi penutup
kamu boleh juga, dari cinta kita belajar banyak hal. Ehm…kata-kata yang sangat
puitis,, punya makna yang sangat dalam”.
“Hehehe….ternyata calon
dokter berbakat juga menilai seseorang”.
“Ya.iyalah seorang dokter
tuh harus menjiwai pasiennya, agar bisa dianalisis penyakit apa yang diderita sang pasien, jadi kita bisa beri obat yang
tepat. Kal…..”
“Hust…! Ngobrol aja nih
kalian berdua, pak Prof sudah datang tuh..” Potong Kemal sang moderator sambil
berdiri menyambut Prof. Dr.Halim, pemateri selanjutnya. Fahmi dan Nay segera berdiri
mengikuti Kemal, berjabat tangan dan mempersilahkan Prof. Halim menduduki
tempat yang sudah disediakan.
Seminar
sehari yang diadakan fakultas kedokteran, dan Fahmi sebagai ketua panitianya ,
berjalan dengan sukses. Nayla merasa ada sesuatu yang plong dihatinya. Setidaknya
teman-temannya difakultas tahu, pertama kali dia berkenalan dengan narkoba karena
kejahilan salah satu temannya yang menaruh
barang haram itu dimakanannya, akhirnya Nayla ketagihan dan tak ingin jauh dari
narkoba. Apalagi saat itu keluarganya ditimpa musibah, ayahnya masuk penjara
karena korupsi, dan ibunya menderita kanker mulut rahim stadium empat. Dia
tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan mengatasi masalah berat dalam
keluarganya. Nayla yang ketika itu mempersiapkan dirinya masuk perguruan tinggi
tidak bisa melakukan apa-apa, dua adiknya masih kecil dan kakak tertuanya lagi
menempuh pendidikan S2nya di Cambride, UK, Inggris. Nayla tidak ingin kuliah
kakaknya terganggu, makanya dia tidak memberitahu kondisi orangtuanya. Untungnya
ada adik mamanya yang mau membantu biaya operasi. Walau bantuan tantenya ini
tidak banyak, tapi setidak-tidaknya bebannya agak berkurang sedikit, selebihnya
Nayla menjual barang-barang dirumahnya untuk biaya rumah sakit, sekolah dan
untuk biaya hari-hari mereka bertiga.
Merasakan
enaknya berkenalan dengan narkoba, Nayla jadi tak ingin lepas dari jeratan pil
tersebut. Dia merasa nyaman dan bahagia ketika butir pil berwarna pink telah masuk
ditenggorokannya. Dia sadar bahwa apa yang dia lakukan tidak ada manfaatnya,
malah menjeratnya semakin dalam, tapi gadis dengan hidung bangir ini tidak
ingin beranjak dari fantasi yang diberikan pil inex. Nayla sudah merasa nyaman,
malas lagi beranjak dari tempatnya, apalagi Nayla sangat mudah mendapatkan inex dengan harga nego,
kalau teman-temannya membeli dengan harga 400 ribu perpil, mahal karena berasal
dari luar negeri, Nayla membelinya dengan harga 150 ribu saja.
Setelah
hampir satu tahun berteman dengan narkoba dan ketika itu Nay semester dua di fakultas
ekonomi, keadaannya berubah dratis. Dengan terpaksa Nay berhenti dari jeratan
narkoba. Gadis dengan tinggi 150 cm dengan berat 50 kg, masih tertidur pulas,
setelah semalaman berhalusinasi dengan sahabat baiknya, pil inex, tiba-tiba
Hpnya berdering, Nay oga-ogahan mengambil hpnya, matanya masih berat untuk
melek, sempat diliriknya jam digital di hpnya, jam satu siang.
“Uu...siapa sih nelpon siang-siang
begini, mengganggu orang tidur saja..!” Gerutu Nay, masih dengan posisi
terlentang diatas tempat tidur. Ditekannya tombol berwarna hijau dengan mata
masih tertutup rapat. Rasanya, matanya terlem dan berat untuk membukanya.
Terdengar suara hardikan dari seberang kemudian isak tangis.
“Lo siapa, kenapa
marah-marah pake nangis lagi, bicara yang jelas dong ?!”. Balas Nay gusar.
“Kak ini Nasya !. Kenapa
semalaman ngak pulang. Mama kritis dan Kakak diminta segera kerumah sakit.
Nasya takut kak, mama kenapa-kenapa…”. Nasya adik pertama Nayla menjelaskan
sambil sesenggukan.
“ Mama..?! iya kakak
segera kerumah sakit. Kamu jangan nangis ya.Ok tutup telponnya, kakak segera
kerumah sakit..!” Klik..! Nayla menutup telepon adiknya dengan kasar dan segera
beranjak dari pembaringan. Menyambar tas dan kunci motor yang berada disamping
tempat tidur. Hatinya galau, resah, jantungnya berdebar lebih kencang, tidak seperti
biasanya, sesak rasanya. Tapi dia mencoba untuk sadar. Pengaruh obat terlarang itu masih terasa. Beberapa
saat Nay dengan rambutnya yang masih awut-awut, belum sempat dirapikan,
menggelengkan kepala, mencoba mengusir rasa pening dikepalanya, berusaha
membuka matanya lebih lebar lagi.
“Wulan bangun..! Dengan
kasar Nay menepuk kaki sahabatnya yang semalam tidur dilantai. Rupa-rupanya
Wulan tidak sanggup lagi naik ketempat tidur, akibat kebanyakan minum alkohol. Akhirnya
terkapar dilantai. Gadis dengan dandanan cowok ini, masih ngorok walau Nayla sudah
mencubit tangan dan kakinya berkali-kali.
“ Bodoh ah..!” Akhirnya
Nayla menyerah membangunkan sahabatnya . Oleng Nayla keluar dari kamar Wulan.
Kepalanya tambah pening, pingin muntah
dia. Tapi dikuat-kuatkan dirinya.
“Mama…tunggu aku,
bertahan ya Ma. Maafkan Nayla. Ya Alloh aku mohon selamatkanlah mama hambamu
ini”. Tercekat rasanya kerongkongan Nayla menyebut nama Tuhan. Sudah
berabad-abad rasanya Nayla tidak menghadirkan Tuhan dihatinya. Dia juga ragu
apa Tuhan mendengar permohonannya.
Dengan
kecepatan 120 km/jam Nayla menjalankan motor revonya. Tak dihiraukan sopir
angkot yang ngedumel ketika Nayla menyalip dari kiri angkutan umum itu.
Pikirannya hanya tertuju pada mamanya di rumah sakit. Dan prak! Ciiit…,boom!
Sepeda motor Nayla terpental sepanjang dua meter, dan tubuh Nayla terkapar
ditengah jalan setelah badannya mengenai pamber belakang mobil hartop, seketika
Nay pingsan. Darah mengalir dari hidung dan kepalanya. Tiba-tiba dari arah
belakang, mobil truk angkutan barang menginjak kaki kanan Nayla. Orang-orang
yang menyaksikan kecelakaan itu hanya bisa menjerit, karena kejadiannya cepat
sekali. Belum sempat tubuh Nay diselamatkan, malah kakinya terlindas roda mobil
truk. Miris melihat tubuh Nay yang
berlumuran darah. Tak satu orangpun mau memindahkan tubuh Nay kepinggir jalan.
Mereka takut, ngeri, tak tega, ragu-ragu, apalagi melihat potongan kaki Nay
yang terpisah dari badannya.
**********************
Suasana
haru, dan penuh isak tangis mengiringi pemakaman Mama Nay. Saudara-saudara Nay,
Nasir yang kuliah di Cambrige university, Nasya,dan Niswan hanya tepekur
menyaksikan timbunan liang lahat yang
masih basah. Khusyu kakak beradik ini berdoa semoga perjalanan ibu yang telah
melahirkannya dilapangkan jalannya. Ayah mereka mencoba tabah menghadapi cobaan
ini. Ditinggal mati istrinya, Nay dirumah sakit belum sadarkan diri dan dirinya
masih dipenjara. Untung kepala Lapas mengizinkan menghadiri pemakaman istrinya
dan menengok Nay dirumah sakit.
****************
Nayla
hanya diam, wajahnya datar tanpa ekspresi mendengar cerita adik papanya, atas
semua kejadian yang menimpa dirinya dan keluarganya. Nayla lupa cara tersenyum,
lupa harus berkata apa, bersyukur atas semua kejadian ini atau harus meratapi
kepedihannya. Pedih ditinggal ibu yang disayanginya tanpa melihat jasadnya
untuk terakhir kali, atau pedih melihat kaki kanannya sudah tidak ada setengah.
Nampak
Nasya dan adiknya Nasir, sesenggukan diseberang tempat tidur Nayla. Mereka bahagia
melihat kakaknya sudah sadar setelah satu bulan lebih tidur dari komanya. Tapi
disisi lain mereka sedih melihat kondisi kakak keduanya. Mereka berharap
kakaknya tegar menerima keadaan dirinya dan dapat tersenyum kembali.
************
Ada
senyum manis namun tipis, tersungging diwajah putih Nayla. Berlahan Nay
berjalan menuju tempat parkir. Dari materi yang dibawakan atau tepatnya
testimony yang disampaikan didepan 150 mahasiswa dari enam fakultas
dikampusnya, Nay tidak berharap teman-temannya menaruh simpati padanya atau
semakin mencibirnya. Dia cuma ingin diperlakukan dan diterima baik, dengan
segala keterbatasan dan kemampuannya serta teman-temannya dapat menjauhi
narkoba.
Apapun
alasan seseorang memakai narkoba, apakah tidak disengaja, sengaja, dijerumuskan
atau menjerumuskan diri, tetap saja hal itu tidak diperbolehkan. Karena kegunaan
memakai narkoba hanya untuk alasan medis, bukan seperti yang terjadi sekarang,
kebablasan, untuk mencari ketenangan bathin. Itupun salah, ketenangan bathin
itu ada dipikiran,bukan diobat-obatan. Sebagaimana pepatah
Inggris lama mengatakan, everything is nothing but your mind, yang kurang lebih
artinya, segala sesuatunya tergantung dari bagaimana anda memikirkan dan
menyikapinya.
Nay menarik napas
panjang sambil menstater motornya yang sudah dimodifikasi menjadi motor yang
akses bagi disabilitasi seperti dirinya. Nay bersyukur pada Alloh diberi
kesempatan kedua dalam menjalani hidupnya. Nay tidak menyesali kaki kanannya
tidak ada setengah. “Bukankah kaki ini kepunyaan Alloh. Selama ini aku telah
memakainya dijalan yang sia-sia. Untung diambil setengah, kalau dua-duanya?”
bathin Nay, mencoba memaknai taqdirnya.
“ Hai…! Melamun. Entar
motornya jalan sendiri lho” . Fahmi tiba-tiba menepuk pundak Nay. Sejenak Nay
kaget, lalu tersenyum manis setelah tahu siapa yang menegurnya. Nay mematikan
motornya yang beroda tiga.
“Sudah mau pulang
juga”. Basa-basi Nay, mencoba mencairkan suasana, atau tepatnya suasana
hatinya.
“Iya begitulah. Urusan
seminar sudah selesai semua. Besok disambung lagi. Kamu sendiri, dari sini mau
langsung pulang atau jalan kemana dulu”.
“Ehmmm, langsung
pulang. Istirahat, trus sebentar sore saya rencana ketoko buku. Emang kenapa
nanya-nanya”.
“ Ah..ngak, nanya
doang.Toko buku mana, saya temani mau”. Wajah Nay memerah, untung hanya sesaat,
selanjutnya Nay dapat kuasai hatinya . Kaget juga dia dengan tawaran Fahmi.
“ Memang mau beli buku
atau…..”
“ Kalau dapat buku
bagus dan cocok didompet, saya beli. Yang jelas , mau ndak saya temani”.
Nay diam sejenak.
Bingung dia. “Ini orang sekenanya, main ceplas-ceplos aja”. Bathinnya.
“Ee…malah diam. Ok ya,
saya jemput jam empat sore. Saya sudah tahu rumah kamu. Tadi saya baca di CV
kamu”.
“Kita janjian saja
ditoko bukunya, ndak usah dijemput. Saya ada motor kok”. Nay mencoba memberi
alasan.
“ Saya tahu kamu punya
motor. Tidak ada salahnyakan seorang cowok menjemput seorang cewek. Atau…ada
yang marah ya….Selagi janur kuning belum melengkung, sah-sah saja saya kerumah
kamukan? Fahmi memamerkan gigi putihnya, tersenyum menggoda.
“ Bisa saja kamu. Tapi
jangan nyesel ya. Kamu tahu kan saya pake kruk”.
“Iya…, ndak perlu
dijelaskan. Ok see you again,at four o’clock”. Fahmi melambaikan tangan kanannya,
tanda mengakhiri percakapan mereka dan segera menuju tempat dimana motornya
diparkir. Nay hanya tersenyum membalasnya, bergegas keluar dari halaman parkir.
Hatinya sedikit kacau, disudut hatinya yang dalam ada rasa senang. Tapi segera
ditepisnya.
“ Tidak Nay, kamu
jangan menghayal, bermimpi. Itu namanya mimpi tak bertepi. Mana mungkin Fahmi,
calon dokter, memilih wanita seperti dirinya, mantan pemakai narkoba,
disabilitas lagi. Jauhhhhhhhhhhh banget hayalanmu Nay”. Bathinnya sambil
menghalau perasaannya yang sudah disusupi getar-getar aneh.
“ Kok cepat sekali saya
mengartikan getar-getar aneh ini sebagai jatuh cinta. Apa dengan menjemputku
ketoko buku, berarti Fahmi jatuh cinta padaku? Nay….Nay….naif sekali
perasaanmu”. Bathinnya lagi. Akhirnya Nay capek sendiri berdebat dengan
bathinnya.
*******************
Hari
– hari Nay dijalani dengan banyak
senyum. Dibalik disabilitas yang disandangnya, kegiatannya makin bertambah.
Anak didiknya juga bertambah, karena lokasi binaannya juga meluas., sekarang
menjadi 5 kelurahan. Nay ingin merubah image, kalau selama ini kaum disabilitas
disantuni, dibantu, maka Nay berpikir sebaliknya. Walau kaki kanannya tidak
utuh lagi, tapi hati dan pikirannya masih utuh.
Tidak
gampang memang bergelut dengan kegiatan yang tidak popular, membina anak pemulung
dan anak-anaknya susah diatur, apalagi Nay sebagai pembinanya, seorang
disabilitas. Yang paling berat adalah merubah mind set pada dirinya, bahwa dia
bisa melakukan sesuatu yang membawa manfaat bagi orang lain dan dia mampu melakukannya.
“ Alloh telah memberiku
kehidupan yang kedua, maka aku harus menggunakan kesempatan itu
sebaik-baiknya”. Tekadnya selalu dalam hati.
Tidak sedikit orang menyangsingkan
kemampuannya membina anak pemulung. Pernah sekali, Nay mendapat cibiran dari
salah satu pegawai dinas sosial, ketika Nay mengecek proposal yang diajukan.
“ Apa kamu punya
kemampuan? Tidak salah?. Semestinya kamu itu yang masih perlu dibina,
disantuni, coba lihat keadaan kamu. Memang kamu bisa? berjalan saja susah”. Nay
tersenyum mendengar penuturan bapak didepannya.
“ Alhamdulillah tidak ada masalah. Sekarang anak
binaan saya 120 orang. Bapak bisa baca kok diproposal yang saya ajukan, dan
disitu juga ada bukti dokumentasi kegiatan yang selama ini kami lakukan”.
Itu
hanya sebagian kecil dari perjuangan Nay. Kata Aa Gym, dalam melakukan sesuatu
tidak perlu tunggu hasilnya tapi nikmati prosesnya. Nay mencoba saja melakukan
yang terbaik dan sesuai dengan kemampuannya.
*****************
Nay
tersenyum sumringah, melihat Fahmi sibuk memberikan pengarahan didepan anak
pemulung dikelurahan Nay. Alhamdulillah, akhirnya Nay mendapat sponsor dari
fakultas Fahmi kerjasama dengan dinas kesehatan kota untuk melakukan kegiatan
PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat). Sekitar 100 anak pemulung dan
keluarganya diberi pengarahan bagaimana melakukan hidup bersih dan sehat yang
dimulai dari rumah tangga.
Nampak
anak-anak pemulung dan keluarganya sangat menikmati kegiatan tersebut, karena
diselingi dengan game-game menarik, sebagai rehat sejenak dari rutinitas
mereka, seharian mencari nafkah untuk
menyambung hidup, dikota yang semakin keras dalam mempertahankan hidupnya.
Hati
Nayla kembali berdesir, ketika Fahmi meliriknya. Mereka berdua tersenyum.
“Adakah bahagia lebih dari apa yang kurasakan sekarang? Sepertinya tidak ada.
Inilah kebahagiannya.”. Nayla bersyukur setelah meyakinkan ketulusan cinta
Fahmi akan dirinya yang disabilitas fisik dan mantan pemakai narkoba, akhirnya
Nay mantap menerima cinta Fahmi. Nayla mencoba meyakinkan dirinya, bahwa Fahmi
memberikan cintanya bukan karena kasihan tapi karena Nay layak untuk dicintai. Fahmi
berusaha juga meyakinkan hati gadis pujaannya dengan memperlakukan Nay dengan
baik, tanpa menyinggung soal disabilitasnya.
Mereka
menjalani hubungan dengan saling mendukung, memberi semangat dan Fahmilah yang
mendukungnya berbusana muslimah. Hingga akhirnya apa yang ditakuti Nayla
terjadi. Sehari setelah mereka wisuda, Fahmi dengan gelar dokternya dan Nayla
dengan gelar sarjana ekonominya, mendatangi rumah Nayla, dan mengatakan
hubungan mereka sampai disini saja.Tak ingin menyakiti hati Nayla lebih dalam
lagi. Alasannya klise, Fahmi dijodohkan dengan wanita pilihan orang tuanya, dan
Fahmi tidak kuasa menolak sebagai anak yang berbakti pada orangtua yang
melahirkannya. Nayla hanya diam dan berurai air mata. Dicobanya meyakinkan
perkataan Fahmi, mungkin cowok yang telah dipacarinya satu tahun lebih ini
keliru, Tapi Fahmi mantap memutuskan hubungan mereka.
*****************
Angin
panas semakin menyengat pori-pori Nayla, tapi gadis ini belum beranjak dari
bale-bale yang didudukinya. Sekarang pukul 01.15, itu berarti sudah lima jam
Nayla duduk sendiri dipinggir laut tanjung bayam, memandangi ombak yang saling
bekejaran.
“ Yah...ini taqdirku
yang lain. Mungkin Alloh akan memberikanku pendamping hidup yang lebih baik,
yang ikhlas menerima diriku, tapi kulalui dulu kebersamaan dengan Fahmi”. Nayla
mencoba berfilosofi sendiri.
Dia teringat kata-kata sang motivator, Mario Teguh, “orang yang menghianati kita adalah yang
pernah mencintai kita dengan tulus”.
Angin laut masih saja
mempermainkan jilbab Nayla. Nayla tersenyum tipis, mencoba menegakkan kepala. Bangkit
dari tempat duduknya, berjalan berlahan memakai kruk ditengah pasir putih yang
panas ditimpah terik matahari. Tiba-tiba didepanya telah berdiri seseorang yang
tak asing lagi bagi Nayla, laki-laki muda ini tersenyum manis, nampak ketulusan
terpancar diwajahnya.
“ Aku sengaja
menjemputmu, dan aku tahu kamu pasti kesini. Yuk saya antar kamu pulang, lagian
matahari semakin terik, kuatir kulitmu terbakar”. Pelan suara Edy, sahabat masa kecil Nayla menjelaskan
maksud kedatangannya. Nayla hanya bisa tersenyum, pikirannya blank, walau bisa
merasakan ada sesuatu yang terjadi.
*******************
menapaki
malam yang mulai beranjak redup,
menepis semua angan yang tak perlu,
jika batas senja mulai beranjak memasuki gerbang,
kuharap semua kan tercapai,
setangkai cinta buat wanita,
tegar, penuh pesona bagai kilau permata,
perjuanganmu belum sampai,
sampai batas yang telah ditentukan,
biarkan semua mengalir,
jangan lari,
karena engkau setangkai mawar cinta yang terpilih.
*************************************************