Hidayah ini mempunyai tiga tingkatan :
Pertama , mengetahui jalan kebaikan dan keburukan,
yang diisyaratkan oleh firman Allah Ta’ala yang artinya; “ Dan kami telah menunjukkan dua jalan baginya.” ( QS : Albalad : 10)
Nikmat itu telah telah dianugerahkan oleh Allah
kepada seluruh hamba-hamba-Nya,sebagian dengan perantaraan akal dan sebagian lagi
dengan perantaraan sabda para Rasul alaihimussalam. Karena itu, Allah Ta’ala
berfirman, yang artinya : “ Adapun kaum
Tsamud, maka mereka telah kami beri petunjuk….” (QS. Fushsilat (41) : 17).
Sarana-sarana untuk mendapatkan petunjuk adalah
kitab-kitab, rasul-rasul dan ketajaman pandangan akal, dan semua saran ini
telah diberikan kepada manusia, tidak ada yang bias mengingkarinya kecuali
kedengkian, kesombongan, kecintaan kepada dunia serta faktor-faktor lain yang
membutuhkan hati, sekalipun tidak membutuhkan mata. Allah Ta’ala berfirman,
yang artinya, “ …..Karena sesungguhnya
bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang ada didalam
dada.” (QS. Alhajj (22) : 46).
Diantara faktor-faktor yang membutakan hati adalah
tradisi dan adat istiadat serta kecintaan untuk menghidup-hidupkannya, itulah
yang diungkapkan dalam firman, yang artinya : “ Sesungguhnya kami mendapati
bapak-bapak kami menganut suatu agama.” (QS.
Azzukhruf (43) : 22).
Sedangkan firman Allah berikut ini menyatakan
tentang faktor kesombongan dan kedengkian : “
Mereka : mengapa Al-qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah
satu diantara dua negeri (Mekah dan Thaif) ini?” (QS. Azzukhruf (43) : 31).
“ Bagaimana kami akan mengetahui begitu saja kepada
seorang (manusia) biasa diantara kami.” (QS. Alqamar (54) :24).
Inilah faktor - faktor yang membutakan, yang
menghalangi seseorang dari mendapatkan
petunjuk.
Kedua : hidayah yang berada dibelakang hidayah yang
bersifat umum ini ia adalah pertolongan yang diberikan oleh Allah kepada
hamba-hamba-Nya dari suatu keadaan yang lain. Ia merupakan buah (hasil) dari
mujahadah (oleh batin). Allah Ta’ala berfirman, yang artinya : “Dan orang-orang yang bermujahadah untuk
(mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka
jalan-jalan Kami .” (QS.Al Ankabut (29) :69).
Itulah yang dimaksud dalam firman Allah Ta’ala, yang
artinya : “Dan orang-orang
yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan
balasan ketaqwaannya.” (QS. Muhammad (47) :17).
Ketiga : adalah hidayah yang berada dibelakang
hidayah yang kedua, yaitu cahaya (nur) yang menerangi alam kenabian dan
kewalian setelah sempurna mujahadah , sehingga dengan cahaya ini akal bisa meraih petunjuk mengenai sesuatu yang tidak
bisa dicapainya dengan akal yang menjadi sebab adanya taklif dan memungkinkan
untuk mempelajari ilmu-ilmu, inilah hidayah mutlak. Sedangkan yang lain dari
padanya hanyalah ibarat tabir yang menutupinya atau pengantar-pengantar yang
menyampaikan kepadanya. Inilah hidayah yang dimuliakan oleh Allah dengan
penisbatan khusus kepada-Nya, sekalipun semuanya juga berasal dari-Nya. Allah
berfirman : yang artinya :”
Katakanlah :Sesungguhnya petunjuk Allah
itulah petunjuk yang benar.” (QS.Al Baqarah (2):120).
Inilah pula yang disebut sebagai kehidupan dalam
firman Allah yang berbunyi, yang artinya : “
Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan
kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan
ditengah-tengah masyarakat manusia…… .” (QS.Al An’am (6) : 122).
Dan itu pula yag dimaksudkan dalam firman Allah yang
artinya: “Maka apakah
orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia
mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka
kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat
Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Azzumar (39) :
22).
Adapun yang kami maksudkan dengn rusyd adalah
bimbingan Ilahi yang akan membantu manusia dalam mengendalikan keinginannya
kepada tujuan-tujuannya, yang mendorong keinginannya itu ketika menuju tujuan
yang membawa kemaslahatan bagi dirinya dan melemahkannya dari tujuan yang
membawa kerusakan bagi dirinya. Dan faktor yang menguatkan dan melemahkannya
itu berasal dari bathin, sebagaimana
firman Allah Ta’ala yang artinya : “ Dan sesungguhnya telah kami
anugerahkan rusyd kepada Ibrahim sebelum itu (Musa dan Harun) , dan adalah kami
mengetahui (keadaan)nya.” (QS. Al Anbiya (21) :51).
Jadi rusyd adalah istilah untuk suatu petunjuk yang
memotivasi dan menggerakkan menuju arah kebahagiaan. Seorang anak kecil,
apabila telah mengetahui cara menjaga harta kekayaan serta jalur-jalur
perdagangan serta investasi, namun ia masih suka menghambur-hamburkan harta dan
tidak menginvestasikanya, maka ia tidaklah disebut rasyid. Bukan karena ia
belum mendapatkan hidayah, tetapi hidayah yang dimilikinya itu belum bisa
menggerakkan motivasinya. Betapa banyak manusia yang melakukan sesuatu yang
telah diketahuinya bahwa hal itu membahayaka dirinya. Ia tidak dikaruniai
hidayah yang membedakan dirinya dari orang bodoh yang tidak mengetahui bahwa
hal itu membahayakan dirinya, namun ia belum dikarunia rusyd. Dengan pengertian
seperti ini, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa rusyd itu lebih sempurna dari
sekedar hidayah yang menunjukkan kepada segi-segi amal dan
merupakan karunia yang agung.
Adapun tasdid adalah pengarahan yang akan
mengarahkan gerakan-gerakan seseorang untuk sampai dan mendapatkan kemudahan
dalam mencapai keinginannya, sehingga ia bisa mencapai titik yang benar dalam
waktu yang paling singkat. Karena dengan hidayah semata tidaklah cukup, tetapi
harus ada hidayah lain yang menggerakkan motivasi, yaitu rusyd. Sedangkan rusyd
juga belum mencukupi, tetapi harus ada kemudahan bergerak dengan bantuan
aggota-anggota tubuh dan peralatan, sehingga maksud yang ingin dicapai itu
terwujud. Hidayah saja berarti pengenalan, rusyd adalah pembangkitan motivasi
agar tergugah dan tergerak, sedangkan tasdid adalah bantuan dan pertolongan
dengan digerakkannya anggota-anggota tubuh menuju titik tujuan yang benar.
Adapun ta’yid, tampaknya mencakup ketiganya. Ia
adalah istilah untuk menyebut factor yang menguatkan urusannya dengan bashira
(pandangan bathin) dari dalam dirinya, pemacu kekuatan geraknya, dan membantu
sebab-sebab yang berasal dari luar. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah
Ta’ala yang artinya : “ Di waktu Aku
memberikan ta’yid (pertolongan) kepadamu dengan Ruh Alqudus.” (QS.Almaidah
(5) :110).
Sesuatu yang mirip pengertianya dengan ta’yid adalah
ishamah yaitu suatu istilah untuk menyebut ‘ wujud ilahi’ yang ada di dalam bathinya
ini menjadi pertahan yang tidak dapat diindera. Inilah yang dimaksudkan dalam
firman Allah Ta’ala yang artinya : “
Sesungguhnya wanita itu telah berkeinginan (melakukan perbuatan itu) dengan
Yusuf, dan Yusuf pun berkeinginan (melakukannya) dengan wanita itu, andaikata
dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. (QS. Yusuf (12) :24).
Ishmah inilah yang menghimpun seluruh nikmat, dan ia
tidak akan dimiliki oleh seseorang kecuali dengan pemahaman yang jernih dan
cerdas; hati yang sadar; rendah hati dan penuh pengertian; guru yang tulus
memberi nasehat; harta yang lebih dari
cukup untuk memenuhi kebutuhan sehingga dengan kecukupan itu ia tidak lagi disibukkan oleh hal-hal yang akan
melalaikannya dari agama; dan kewibaan yang akan menjaganya dari gangguan
orang-orang bodoh dan kezaliman musuh. Masing-masing dari setiap sebab ini
memerlukan enam belas sebab lainnya, kemudian setiap sebab itu memerlukan pula
sebab-sebab lainnya, sehingga berakhir diakhirat, kepada Yang memberi petunjuk kepada orang-orang yang kebingungan dan tempat
bersandar orang-orang yang membutuhkan, yaitu Tuhan dari segala tuhan dan
Penyebab dari segala sebab.
“ Dan jika kamu
menghitung nikmat Allah, niscaya tidak dapat kamu menghinggakanya.” (QS.Ibrahim
(14) : 34)
Sumber
: Imam Al Ghazali. Penerbit Karya Utama Surabaya dalam buku Mengungkap Rahasia
Hakikat Sabar dan Syukur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tambah