Minggu, 09 Desember 2012

DARI CINTA NAYLA


Nay duduk tepekur di salah satu pondok yang sengaja disewakan bagi pengunjung tanjung bayam, kawasan wisata pantai yang berada di sebelah barat, kota Makassar. Tempat yang diduduki Nay, bale-bale yang terbuat dari bambu, dindingnya dilapisi terpal warna coklat yang sudah usang warnanya, dan beberapa titiknya  sudah sobek dimakan terik matahari dan angin laut asin. Sesekali  kaki kirinya mempermainkan pasir putih membentuk lukisan abstrak, atau menendang serakan sampah disekitar kakinya, gelas air mineral, atau bungkus makan ringan dan kulit jagung. Suara deru ombak kecil menemaninya sepanjang siang ini.
Sekali lagi gadis berwajah oriental ini, memandangi ombak yang bekejaran, menimbulkan suara khas yang lembut namun menghentak. “Biarkan rindu ini menjadi hiasan tersendiri  dihatiku, silahkan datang dan silahkan pergi. Aku tidak ingin memaksa untuk  menghentikannya dan menimbulkannya. Suatu saat nanti akan menjadi sebuah bunga-bunga yang berrmekaran  ketika rindu yang sebenarnya datang”. Bathinnya mencoba menenangkan perasaannya.
Dibiarkan jilbab ungunya berhias korsase kuning dipermainkan angin basah. Tak dihiraukannya matahari sudah mulai menyengat nakal menembus kulit putihnya . “Ah…. Kenapa pula ada galau, kenapa pula aku harus meratapi kesedihanku. Move ….Nay…tidak…tidak bisa begini. Putus itu hanya sebuah kata yang berarti  end, selesai, berakhir, stop. Bukan berarti matinya sebuah harapan , kehidupan dan ketidakberdayaan meraih masa depan yang lebih baik. Ini baru awal mencapai kebahagiaan yang sesungguhnya” Bathinnya lagi, mencoba berdamai dengan galaunya. Ada titik air bening mengalir dipipinya yang tirus. Dia tidak ingin menyekanya. Berharap air bening dan asin ini membawa semua kata-kata sakit dihatinya, jatuh kebumi, menembus pasir dan terbawa  air laut, berganti angin sepoi-sepoi, membawa  lembaran-lembaran bunga  yang harum mewangi.
***************
“Buku kamu jatuh”. Kata-kata datar namun berwibawa keluar dari bibir cowok dengan rambut cepak, lebat dan hitam. Ada senyum tipis terukir diwajah cowok dengan tinggi 165 cm ini. Untuk sesaat Nay terkesima dengan senyum cowok yang berdiri didepannya sambil menyerahkan buku Nay yang  tadi jatuh.
“Mmm…makasih”. Agak kacau suara Nay, tapi untung tidak membuatnya pucat. Malu juga dia dengan suasana  kaku seperti ini. “kenapa juga harus  kaku dan gagu, memang dia ini siapa sampai membuatku kacau begini”. Bathinnya tersadar.
“Ok….bro, thanks ya…”. Akhirnya Nay dapat menguasai perasaannya. Sifat aslinya muncul. Cuek dan seenaknya. Tanpa berkata-kata lagi Nay berlalu dari hadapan cowok yang masih berdiri sambil memandang Nay. Walau Nay berjalan menggunakan kruk disebelah kanannya, tapi gadis ini sangat lincah tanpa kesulitan menyusuri pedestrian kampus hijau.
“Hai…Fahmi..! Segitunya memandang Nay, kamu suka ya…., anaknya manis sih….tapi rada cuek gitu, dan pemakai “. Tiba-tiba Aldo datang menghampiri cowok yang ternyata bernama Fahmi.
 “Ooo… jadi itu Nayla…. Wah…kebetulan. Kita kan ada seminar tentang narkoba. Kita ajak Nay bergabung, untuk sharing didepan  peserta. Saya dengar  dia sudah berhenti  dari narkoba dan sekarang aktif membina anak-anak  pemulung. Kamu ajak saya kenalan dengan Nay. Yuk…mumpung dia ada disekitar kampus”. Fahmi  bergegas sambil menarik tangan sahabatnya.
“Santai aja bro…, kamu ini kalau ada maunya maksa aja. Setelah ini kamu traktir saya ya…”. Aldo tak senang, walau begitu dia ikuti juga langkah Fahmi.
“Ok…mantaplah itu…”.  Fahmi tersenyum senang sambil mengacungkan jempol kanannya, tanda setuju.
************
Nayla, anak semester empat fakultas ekonomi. Dikenal dengan wanita pemakai narkoba. Sebagian teman fakultasnya tidak senang berdekatan dengannya. “Ckckck...gadis itu tidak tahu malu ya, sudah cacat, narkoba lagi”. Semestinya ingat diri dong, ngak punya kaki setengah, malah menyentuh barang haram”. “ Iya...ya kiraian orang cacat baik-baik, tobat dikasi cobaan begitu, eh..ini malah nambah dosa dengan narkoba”. Itu sebagian sindiran teman-teman Nay. Tapi Nayla cuek saja dan tidak ambil pusing dengan perkataan dan cibiran  teman-temannya. Itu masa lalunya, lagian dia sekarang tidak bersentuhan lagi dengan barang yang meresahkan masyarakat ini, tapi surga dunia bagi yang kecanduan. Walau trademerk “pemakai” masih begitu melekat didirinya, Nayla maklum saja dengan sikap teman-temannya, yang belum bisa membedakan pemakai dengan mantan pemakai. Atau tepatnya mereka belum mau menerima keadaan dirinya sekarang. Sebetulnya bagus juga sih, ada kehati-hatian berteman dengan Nay, sebagai peringatan jauhi narkoba, tidak baik untuk kesehatan dan dijauhi teman. Tapi jangan bersikap munafik. Mencibir Nay, malah sikap mereka bukan hanya pemakai tapi pengedar.  
 Nay santai saja menghadapi teman-temannya. Cibiran tidak harus dibalas dengan teguran keras, tapi sikap yang santun dan membuktikan dirinya bukan lagi pemakai narkoba. Mereka tidak tahu cerita yang sesungguhnya kenapa Nay sampai bersahabat dengan narkoba, dan kemudian menjadi cacat. Nay tidak berusaha merubah opini teman-temannya, dengan menslogankan dirinya bersih dari narkotika. Yang perlu dia lakukan sekarang adalah ingin berbuat sesuatu  yang dianggapnya bisa membantu orang-orang disekitarnya dan menyenangkan hatinya. Maka dia memilih membantu anak-anak pemulung yang tinggal disekitar rumahnya. Mengajari membaca, berhitung dan berbagai ketrampilan. Nay juga tidak mau apa yang dia lakukan mendapat applous atau penghargaan.
Sekali lagi Nay, menarik napas panjang. Mencoba mengeluarkan sesuatu yang menyesakkan dadanya. Nay membiarkan awal pertemuannya dengan Fahmi bermain-main diingatannya, sambil merasakan angin panas laut tanjung bayam.
**********************
            Nayla mengakhiri materinya, “dari cinta kita belajar banyak hal”. Peserta seminar sehari yang diadakan oleh Fakultas kedokteran, memberi applous panjang. Fahmi tersenyum manis pada Nayla ketika mata mereka berpapasan. Nayla membalas tersenyum dan segera duduk disamping Fahmi.
“ Wah… kamu hebat Nay. Saya yakin semua peserta tak ingin  menyentuh yang namanya narkoba”.
“ Aku tidak hebat, apa yang kusampaikan didepan peserta itu karena aku yang mengalaminya sendiri. Jadi bisa memberi penjelasan dengan sangat baik”.
“ Iya….tapi tetap saja kamu sangat bersahaja ketika shared dengan mereka”.
“ Ah… kamu ada-ada saja. Tapi aku tidak sarankan untuk mengetahui lebih dalam tentang narkoba, dengan mencoba menjadi pemakai. Itu pekerjaan sia-sia”.
“ Hehehe….tapi penutup kamu boleh juga, dari cinta kita belajar banyak hal. Ehm…kata-kata yang sangat puitis,, punya makna yang sangat dalam”.
“Hehehe….ternyata calon dokter berbakat juga menilai seseorang”.
“Ya.iyalah seorang dokter tuh harus menjiwai pasiennya, agar bisa dianalisis penyakit apa yang  diderita  sang pasien, jadi kita bisa beri obat yang tepat. Kal…..”
“Hust…! Ngobrol aja nih kalian berdua, pak Prof sudah datang tuh..” Potong Kemal sang moderator sambil berdiri menyambut Prof. Dr.Halim, pemateri selanjutnya. Fahmi dan Nay segera berdiri mengikuti Kemal, berjabat tangan dan mempersilahkan Prof. Halim menduduki tempat yang sudah disediakan.
Seminar sehari yang diadakan fakultas kedokteran, dan Fahmi sebagai ketua panitianya , berjalan dengan sukses. Nayla merasa ada sesuatu yang plong dihatinya. Setidaknya teman-temannya difakultas tahu, pertama kali dia berkenalan dengan narkoba karena kejahilan salah satu temannya yang  menaruh barang haram itu dimakanannya, akhirnya Nayla ketagihan dan tak ingin jauh dari narkoba. Apalagi saat itu keluarganya ditimpa musibah, ayahnya masuk penjara karena korupsi, dan ibunya menderita kanker mulut rahim stadium empat. Dia tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan mengatasi masalah berat dalam keluarganya. Nayla yang ketika itu mempersiapkan dirinya masuk perguruan tinggi tidak bisa melakukan apa-apa, dua adiknya masih kecil dan kakak tertuanya lagi menempuh pendidikan S2nya di Cambride, UK, Inggris. Nayla tidak ingin kuliah kakaknya terganggu, makanya dia tidak memberitahu kondisi orangtuanya. Untungnya ada adik mamanya yang mau membantu biaya operasi. Walau bantuan tantenya ini tidak banyak, tapi setidak-tidaknya bebannya agak berkurang sedikit, selebihnya Nayla menjual barang-barang dirumahnya untuk biaya rumah sakit, sekolah dan untuk biaya hari-hari mereka bertiga.
Merasakan enaknya berkenalan dengan narkoba, Nayla jadi tak ingin lepas dari jeratan pil tersebut. Dia merasa nyaman dan bahagia ketika butir pil berwarna pink telah masuk ditenggorokannya. Dia sadar bahwa apa yang dia lakukan tidak ada manfaatnya, malah menjeratnya semakin dalam, tapi gadis dengan hidung bangir ini tidak ingin beranjak dari fantasi yang diberikan pil inex. Nayla sudah merasa nyaman, malas lagi beranjak dari tempatnya, apalagi Nayla sangat mudah mendapatkan inex dengan harga nego, kalau teman-temannya membeli dengan harga 400 ribu perpil, mahal karena berasal dari luar negeri, Nayla membelinya dengan harga  150 ribu saja.
Setelah hampir satu tahun berteman dengan narkoba dan  ketika itu Nay semester dua di fakultas ekonomi, keadaannya berubah dratis. Dengan terpaksa Nay berhenti dari jeratan narkoba. Gadis dengan tinggi 150 cm dengan berat 50 kg, masih tertidur pulas, setelah semalaman berhalusinasi dengan sahabat baiknya, pil inex, tiba-tiba Hpnya berdering, Nay oga-ogahan mengambil hpnya, matanya masih berat untuk melek, sempat diliriknya jam digital di hpnya, jam satu siang.
“Uu...siapa sih nelpon siang-siang begini, mengganggu orang tidur saja..!” Gerutu Nay, masih dengan posisi terlentang diatas tempat tidur. Ditekannya tombol berwarna hijau dengan mata masih tertutup rapat. Rasanya, matanya terlem dan berat untuk membukanya. Terdengar suara hardikan dari seberang  kemudian isak tangis.
“Lo siapa, kenapa marah-marah pake nangis lagi, bicara yang jelas dong ?!”. Balas Nay gusar.
“Kak ini Nasya !. Kenapa semalaman ngak pulang. Mama kritis dan Kakak diminta segera kerumah sakit. Nasya takut kak, mama kenapa-kenapa…”. Nasya adik pertama Nayla menjelaskan sambil sesenggukan.
“ Mama..?! iya kakak segera kerumah sakit. Kamu jangan nangis ya.Ok tutup telponnya, kakak segera kerumah sakit..!” Klik..! Nayla menutup telepon adiknya dengan kasar dan segera beranjak dari pembaringan. Menyambar tas dan kunci motor yang berada disamping tempat tidur. Hatinya galau, resah, jantungnya berdebar lebih kencang, tidak seperti biasanya, sesak rasanya. Tapi dia mencoba untuk sadar. Pengaruh  obat terlarang itu masih terasa. Beberapa saat Nay dengan rambutnya yang masih awut-awut, belum sempat dirapikan, menggelengkan kepala, mencoba mengusir rasa pening dikepalanya, berusaha membuka matanya lebih lebar lagi.
“Wulan bangun..! Dengan kasar Nay menepuk kaki sahabatnya yang semalam tidur dilantai. Rupa-rupanya Wulan tidak sanggup lagi naik ketempat tidur, akibat kebanyakan minum alkohol. Akhirnya terkapar dilantai. Gadis dengan dandanan cowok ini, masih ngorok walau Nayla sudah mencubit tangan dan kakinya berkali-kali.
“ Bodoh ah..!” Akhirnya Nayla menyerah membangunkan sahabatnya . Oleng Nayla keluar dari kamar Wulan. Kepalanya tambah pening, pingin  muntah dia. Tapi dikuat-kuatkan dirinya.
“Mama…tunggu aku, bertahan ya Ma. Maafkan Nayla. Ya Alloh aku mohon selamatkanlah mama hambamu ini”. Tercekat rasanya kerongkongan Nayla menyebut nama Tuhan. Sudah berabad-abad rasanya Nayla tidak menghadirkan Tuhan dihatinya. Dia juga ragu apa Tuhan mendengar permohonannya.
Dengan kecepatan 120 km/jam Nayla menjalankan motor revonya. Tak dihiraukan sopir angkot yang ngedumel ketika Nayla menyalip dari kiri angkutan umum itu. Pikirannya hanya tertuju pada mamanya di rumah sakit. Dan prak! Ciiit…,boom! Sepeda motor Nayla terpental sepanjang dua meter, dan tubuh Nayla terkapar ditengah jalan setelah badannya mengenai pamber belakang mobil hartop, seketika Nay pingsan. Darah mengalir dari hidung dan kepalanya. Tiba-tiba dari arah belakang, mobil truk angkutan barang menginjak kaki kanan Nayla. Orang-orang yang menyaksikan kecelakaan itu hanya bisa menjerit, karena kejadiannya cepat sekali. Belum sempat tubuh Nay diselamatkan, malah kakinya terlindas roda mobil truk.  Miris melihat tubuh Nay yang berlumuran darah. Tak satu orangpun mau memindahkan tubuh Nay kepinggir jalan. Mereka takut, ngeri, tak tega, ragu-ragu, apalagi melihat potongan kaki Nay yang terpisah dari badannya.
**********************
Suasana haru, dan penuh isak tangis mengiringi pemakaman Mama Nay. Saudara-saudara Nay, Nasir yang kuliah di Cambrige university, Nasya,dan Niswan hanya tepekur menyaksikan timbunan liang lahat  yang masih basah. Khusyu kakak beradik ini berdoa semoga perjalanan ibu yang telah melahirkannya dilapangkan jalannya. Ayah mereka mencoba tabah menghadapi cobaan ini. Ditinggal mati istrinya, Nay dirumah sakit belum sadarkan diri dan dirinya masih dipenjara. Untung kepala Lapas mengizinkan menghadiri pemakaman istrinya dan menengok Nay dirumah sakit.
****************
Nayla hanya diam, wajahnya datar tanpa ekspresi mendengar cerita adik papanya, atas semua kejadian yang menimpa dirinya dan keluarganya. Nayla lupa cara tersenyum, lupa harus berkata apa, bersyukur atas semua kejadian ini atau harus meratapi kepedihannya. Pedih ditinggal ibu yang disayanginya tanpa melihat jasadnya untuk terakhir kali, atau pedih melihat kaki kanannya sudah tidak ada setengah.
Nampak Nasya dan adiknya Nasir, sesenggukan diseberang tempat tidur Nayla. Mereka bahagia melihat kakaknya sudah sadar setelah satu bulan lebih tidur dari komanya. Tapi disisi lain mereka sedih melihat kondisi kakak keduanya. Mereka berharap kakaknya tegar menerima keadaan dirinya dan dapat tersenyum kembali.
************
            Ada senyum manis namun tipis, tersungging diwajah putih Nayla. Berlahan Nay berjalan menuju tempat parkir. Dari materi yang dibawakan atau tepatnya testimony yang disampaikan didepan 150 mahasiswa dari enam fakultas dikampusnya, Nay tidak berharap teman-temannya menaruh simpati padanya atau semakin mencibirnya. Dia cuma ingin diperlakukan dan diterima baik, dengan segala keterbatasan dan kemampuannya serta teman-temannya dapat menjauhi narkoba.
Apapun alasan seseorang memakai narkoba, apakah tidak disengaja, sengaja, dijerumuskan atau menjerumuskan diri, tetap saja hal itu tidak diperbolehkan. Karena kegunaan memakai narkoba hanya untuk alasan medis, bukan seperti yang terjadi sekarang, kebablasan, untuk mencari ketenangan bathin. Itupun salah, ketenangan bathin itu ada dipikiran,bukan diobat-obatan. Sebagaimana pepatah Inggris lama mengatakan, everything is nothing but your mind, yang kurang lebih artinya, segala sesuatunya tergantung dari bagaimana anda memikirkan dan menyikapinya.
  Nay menarik napas panjang sambil menstater motornya yang sudah dimodifikasi menjadi motor yang akses bagi disabilitasi seperti dirinya. Nay bersyukur pada Alloh diberi kesempatan kedua dalam menjalani hidupnya. Nay tidak menyesali kaki kanannya tidak ada setengah. “Bukankah kaki ini kepunyaan Alloh. Selama ini aku telah memakainya dijalan yang sia-sia. Untung diambil setengah, kalau dua-duanya?” bathin Nay, mencoba memaknai taqdirnya.
“ Hai…! Melamun. Entar motornya jalan sendiri lho” . Fahmi tiba-tiba menepuk pundak Nay. Sejenak Nay kaget, lalu tersenyum manis setelah tahu siapa yang menegurnya. Nay mematikan motornya yang beroda tiga.
“Sudah mau pulang juga”. Basa-basi Nay, mencoba mencairkan suasana, atau tepatnya suasana hatinya.
“Iya begitulah. Urusan seminar sudah selesai semua. Besok disambung lagi. Kamu sendiri, dari sini mau langsung pulang atau jalan kemana dulu”.
“Ehmmm, langsung pulang. Istirahat, trus sebentar sore saya rencana ketoko buku. Emang kenapa nanya-nanya”.
“ Ah..ngak, nanya doang.Toko buku mana, saya temani mau”. Wajah Nay memerah, untung hanya sesaat, selanjutnya Nay dapat kuasai hatinya . Kaget juga dia dengan tawaran Fahmi.
“ Memang mau beli buku atau…..”
“ Kalau dapat buku bagus dan cocok didompet, saya beli. Yang jelas , mau ndak saya temani”.
Nay diam sejenak. Bingung dia. “Ini orang sekenanya, main ceplas-ceplos aja”. Bathinnya.
“Ee…malah diam. Ok ya, saya jemput jam empat sore. Saya sudah tahu rumah kamu. Tadi saya baca di CV kamu”.
“Kita janjian saja ditoko bukunya, ndak usah dijemput. Saya ada motor kok”. Nay mencoba memberi alasan.
“ Saya tahu kamu punya motor. Tidak ada salahnyakan seorang cowok menjemput seorang cewek. Atau…ada yang marah ya….Selagi janur kuning belum melengkung, sah-sah saja saya kerumah kamukan? Fahmi memamerkan gigi putihnya, tersenyum menggoda.
“ Bisa saja kamu. Tapi jangan nyesel ya. Kamu tahu kan saya pake kruk”.
“Iya…, ndak perlu dijelaskan. Ok see you again,at four o’clock”. Fahmi melambaikan tangan kanannya, tanda mengakhiri percakapan mereka dan segera menuju tempat dimana motornya diparkir. Nay hanya tersenyum membalasnya, bergegas keluar dari halaman parkir. Hatinya sedikit kacau, disudut hatinya yang dalam ada rasa senang. Tapi segera ditepisnya.
“ Tidak Nay, kamu jangan menghayal, bermimpi. Itu namanya mimpi tak bertepi. Mana mungkin Fahmi, calon dokter, memilih wanita seperti dirinya, mantan pemakai narkoba, disabilitas lagi. Jauhhhhhhhhhhh banget hayalanmu Nay”. Bathinnya sambil menghalau perasaannya yang sudah disusupi getar-getar aneh.
“ Kok cepat sekali saya mengartikan getar-getar aneh ini sebagai jatuh cinta. Apa dengan menjemputku ketoko buku, berarti Fahmi jatuh cinta padaku? Nay….Nay….naif sekali perasaanmu”. Bathinnya lagi. Akhirnya Nay capek sendiri berdebat dengan bathinnya. 
*******************
Hari – hari  Nay dijalani dengan banyak senyum. Dibalik disabilitas yang disandangnya, kegiatannya makin bertambah. Anak didiknya juga bertambah, karena lokasi binaannya juga meluas., sekarang menjadi 5 kelurahan. Nay ingin merubah image, kalau selama ini kaum disabilitas disantuni, dibantu, maka Nay berpikir sebaliknya. Walau kaki kanannya tidak utuh lagi, tapi hati dan pikirannya masih utuh.
Tidak gampang memang bergelut dengan kegiatan yang tidak popular, membina anak pemulung dan anak-anaknya susah diatur, apalagi Nay sebagai pembinanya, seorang disabilitas. Yang paling berat adalah merubah mind set pada dirinya, bahwa dia bisa melakukan sesuatu yang membawa manfaat bagi orang lain dan dia mampu melakukannya.
“ Alloh telah memberiku kehidupan yang kedua, maka aku harus menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya”. Tekadnya selalu dalam hati. 
Tidak sedikit orang menyangsingkan kemampuannya membina anak pemulung. Pernah sekali, Nay mendapat cibiran dari salah satu pegawai dinas sosial, ketika Nay mengecek proposal yang diajukan.
“ Apa kamu punya kemampuan? Tidak salah?. Semestinya kamu itu yang masih perlu dibina, disantuni, coba lihat keadaan kamu. Memang kamu bisa? berjalan saja susah”. Nay tersenyum mendengar penuturan bapak didepannya.
 Alhamdulillah tidak ada masalah. Sekarang anak binaan saya 120 orang. Bapak bisa baca kok diproposal yang saya ajukan, dan disitu juga ada bukti dokumentasi kegiatan yang selama ini kami lakukan”.
Itu hanya sebagian kecil dari perjuangan Nay. Kata Aa Gym, dalam melakukan sesuatu tidak perlu tunggu hasilnya tapi nikmati prosesnya. Nay mencoba saja melakukan yang terbaik dan sesuai dengan kemampuannya. 
*****************
Nay tersenyum sumringah, melihat Fahmi sibuk memberikan pengarahan didepan anak pemulung dikelurahan Nay. Alhamdulillah, akhirnya Nay mendapat sponsor dari fakultas Fahmi kerjasama dengan dinas kesehatan kota untuk melakukan kegiatan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat). Sekitar 100 anak pemulung dan keluarganya diberi pengarahan bagaimana melakukan hidup bersih dan sehat yang dimulai dari rumah tangga.
Nampak anak-anak pemulung dan keluarganya sangat menikmati kegiatan tersebut, karena diselingi dengan game-game menarik, sebagai rehat sejenak dari rutinitas mereka,  seharian mencari nafkah untuk menyambung hidup, dikota yang semakin keras dalam mempertahankan hidupnya.  
Hati Nayla kembali berdesir, ketika Fahmi meliriknya. Mereka berdua tersenyum. “Adakah bahagia lebih dari apa yang kurasakan sekarang? Sepertinya tidak ada. Inilah kebahagiannya.”. Nayla bersyukur setelah meyakinkan ketulusan cinta Fahmi akan dirinya yang disabilitas fisik dan mantan pemakai narkoba, akhirnya Nay mantap menerima cinta Fahmi. Nayla mencoba meyakinkan dirinya, bahwa Fahmi memberikan cintanya bukan karena kasihan tapi karena Nay layak untuk dicintai. Fahmi berusaha juga meyakinkan hati gadis pujaannya dengan memperlakukan Nay dengan baik, tanpa menyinggung soal disabilitasnya.
Mereka menjalani hubungan dengan saling mendukung, memberi semangat dan Fahmilah yang mendukungnya berbusana muslimah. Hingga akhirnya apa yang ditakuti Nayla terjadi. Sehari setelah mereka wisuda, Fahmi dengan gelar dokternya dan Nayla dengan gelar sarjana ekonominya, mendatangi rumah Nayla, dan mengatakan hubungan mereka sampai disini saja.Tak ingin menyakiti hati Nayla lebih dalam lagi. Alasannya klise, Fahmi dijodohkan dengan wanita pilihan orang tuanya, dan Fahmi tidak kuasa menolak sebagai anak yang berbakti pada orangtua yang melahirkannya. Nayla hanya diam dan berurai air mata. Dicobanya meyakinkan perkataan Fahmi, mungkin cowok yang telah dipacarinya satu tahun lebih ini keliru, Tapi Fahmi mantap memutuskan hubungan mereka.
*****************
Angin panas semakin menyengat pori-pori Nayla, tapi gadis ini belum beranjak dari bale-bale yang didudukinya. Sekarang pukul 01.15, itu berarti sudah lima jam Nayla duduk sendiri dipinggir laut tanjung bayam, memandangi ombak yang saling bekejaran.
“ Yah...ini taqdirku yang lain. Mungkin Alloh akan memberikanku pendamping hidup yang lebih baik, yang ikhlas menerima diriku, tapi kulalui dulu kebersamaan dengan Fahmi”. Nayla mencoba berfilosofi sendiri.
            Dia teringat kata-kata sang motivator, Mario Teguh, “orang yang menghianati kita adalah yang pernah mencintai kita dengan tulus”.
Angin laut masih saja mempermainkan jilbab Nayla. Nayla tersenyum tipis, mencoba menegakkan kepala. Bangkit dari tempat duduknya, berjalan berlahan memakai kruk ditengah pasir putih yang panas ditimpah terik matahari. Tiba-tiba didepanya telah berdiri seseorang yang tak asing lagi bagi Nayla, laki-laki muda ini tersenyum manis, nampak ketulusan terpancar diwajahnya.
“ Aku sengaja menjemputmu, dan aku tahu kamu pasti kesini. Yuk saya antar kamu pulang, lagian matahari semakin terik, kuatir kulitmu terbakar”.  Pelan suara Edy, sahabat masa kecil Nayla menjelaskan maksud kedatangannya. Nayla hanya bisa tersenyum, pikirannya blank, walau bisa merasakan ada sesuatu yang terjadi.
*******************
menapaki malam yang mulai beranjak redup,
menepis semua angan yang tak perlu,
jika batas senja mulai beranjak memasuki gerbang,
kuharap semua kan tercapai,
setangkai cinta buat wanita,
tegar, penuh pesona bagai kilau permata,
perjuanganmu belum sampai,
sampai batas yang telah ditentukan,
biarkan semua mengalir,
jangan lari,
karena engkau setangkai mawar cinta yang terpilih.

*************************************************