Berbicara
tentang wanita selalu menarik untuk dibicarakan, entah itu emansipasinya, sepak
terjangnya di dunia politik, pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, trafficking, KDRT,
single parent, poligami, emansipasinya sampai pada penyia-nyiaan dan
diskriminasi . “wanita” adalah mahluk ciptaan Allah dan secara umum
mempunyai hati yang lemah lembut, sensitif
serta tingkat kepeduliannya tinggi. Didalam ajaran Islam, wanita sungguh
diangkat derajatnya dari penyia-nyiaan dan pandangan yang sangat
merendahkan. Pada zaman jahilia wanita dianggap tidak berguna bagi keluarganya,
pembawa sial, aib dan lebih tragis lagi sebagai pramuria bagi laki-laki, bahkan
dizaman itu, setiap bayi perempuan yang lahir dikubur hidup-hidup. Bila ditinjau dari ayat – ayat Al-Qur’an yang
menyinggung masalah wanita, salah satu diantaranya adalah QS Al-Imran: 195 : “ Sebagian kamu dari sebagian yang lain”.
Dalam penafsiran ayat tersebut dalam buku tafsir Al-Mishbah karangan M.Quraish
Shihab : lelaki lahir dari pasangan pria dan wanita, begitu juga wanita. Karena
itu tidak ada perbedaan dari segi kemanusiaan antara keduanya.
Allah
telah menciptakan pria dan wanita sama, berupa kebutuhan jasmani, naluri dan
akal. Allah juga telah membebankan hukum yang sama terhadap pria dan wanita seperti
kewajiban menjalankan shalat, puasa, zakat, haji, menuntut ilmu, mengemban
dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, dan lain-lain. Semua ini dibebankan kepada
pria dan wanita tanpa ada perbedaan. Sungguh amat disayangkan jika ada sebagian
dari ummat Allah masih meremehkan dan menganggap wanita sebagai saingan berat, bukankah setiap mahluk ciptaan Allah membawa
keunggulan dan manfaatnya masing-masing untuk saling melengkapi antara
laki-laki dan wanita.
Dari
ayat diatas menunjukkan rasa saling mencintai dan saling menghargai sesama
mahluk ciptaan Allah terlebih lagi dari satu ayah dan satu ibu yaitu Adam dan
Hawa. Memang jika dilihat jumlah wanita
lebih banyak dibanding pria, dan pria diberi kelebihan setingkat dari wanita
karena pria adalah seorang pemimpin, sebagaimana dalam QS.An-Nisa : 34 : “Kaum
pria adalah pemimpin bagi kaum wanita……”. Kaum pria merupakan pemimpin
bagi para wanita dalam mendidik dan membimbing mereka untuk melaksanakan
kewajiban kepada Allah, jadi dengan kata lain wanita adalah mitra (laki-laki
dan wanita) dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, bukan untuk ditindas
(saling menindas sesama wanita), diremehkan dan disia-siakan.
Islam
telah meletakkan wasiat dengan berbuat baik kepada wanita termasuk dalam sendi-sendi
kemuliaan, sebagaimana dalam QS: Luqman:14 “Dan
Kami wasiatkan (perintahkan) kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu
bapaknya; ibunya telah mengandungnnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,
dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang
ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. Dalam memperjuangkan harkat dan
martabat wanita, Nabi Muhammad SAW telah memberi contoh teladan betapa besar
dan berperannya wanita, Kita bisa baca, dalam sebuah hadits, secara khusus Nabi SAW menuturkan:’’ Surga itu ada
ditelapak kaki ibu”. Dalam Hadits lain HR.Bukhari : keharusan
kita berbakti didahulukan kepada ibu, yang dijawab Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam sebanyak
tiga kali. kemudian Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘ayahmu”. Yang
berarti kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada ayah.
Dalam meniti karir Islam tidak membatasi sebagaimana Allah
Swt berfirman : “… Bagi laki-laki ada
bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi wanita (pun) ada bagian dari apa
yang mereka usahakan” (Qs An Nisa 32), yang penting tidak mengabaikan
kewajiban utamanya mengurus keluarga. Masih banyak lagi kemuliaan seorang wanita yang
tertulis dalam Al-Quran. Jadi berbanggalah menjadi seorang wanita, karena ada
tempat tersendiri dalam Al-quran dan dalam kehidupan ini.
Lalu
bagaimana dengan wanita disabilitas (WD)? Tentunya tidak ada perbedaan antara
WD dan wanita non disabilitas, sama-sama mempunyai peluang yang besar dalam
mengembangkan diri, mampu dan mempunyai hak untuk berkata tidak jika merasa
diberlakukan tidak adil . Sebagaimana
pelopor kaum wanita, RA.Kartini
telah memberi inspirasi bagi kemajuan dan bangkitnya kaum wanita di Indonesia.
Seperti telah banyak kita saksikan, dengan semangat RA.Kartini wanita bisa mandiri,
menentukan sikap yang terbaik bagi dirinya. Mampu dalam menentukan karirnya,
jodohnya, kesehatannya, berhak menentukan kehidupan bagaimana yang dia jalani
dll.
Dari pengamatan penulis, masih panjang perjuangan
WD dalam mencapai sejahtera, maju
(mencapai pendidikan tinggi, misal S2, S3 dan karir yang bagus), malah sebagian masyarakat kita, mempresentasikan, WD adalah
makhluk abnormal, aneh, tidak menarik, tidak mandiri, selalu membutuhkan
perlindungan, tidak produktif dan mengekslusifkan diri. Image yang terbangun
dari masyarakat sosial ini, membuat tingkat kepercayaan diri WD semakin
terkungkung, keragu-raguan semakin memuncak. Ada sebuah anekdot mengatakan
sudah wanita (mahluk lemah), disabilitas, disabilitas ganda lagi. Ini menunjukkan
betapa menyedihkannya seorang wanita disabilitas.
Tapi
apa benar nasib WD seperti itu? Harusnya tidak begitu, apalagi dengan adanya organisasi WD, tentu menjadi
pintu bagi terbukanya segala kemajuan WD, baik pendidikannya, karir dan
kehidupannya. Namun masih banyak yang belum menggunakan lembaga ini secara
maksimal, sehingga masih jauh dari kata berhasil. Penulis ambil contoh di kota kelahiran
penulis, sebagian besar WD ketika diberi bantuan atau pelatihan, awalnya saja
yang semangat. Setelah pelatihan itu usai, maka selesailah sudah, tidak ada
tindak lanjut untuk mengembangkan pelatihan tersebut menjadikan lebih kreatif ,inovatif, bahkan termotivasi memacu dirinya menjadi
wanita dengan kemampuan lebih. Atau bisa jadi WD malas beranjak dari tempatnya
sekarang karena merasa sudah aman dan nyaman. Padahal hidup ini sudah berubah,
disekeliling kita sudah banyak berubah, berarti kita harus berubah juga.
Memang
kita hidup dizaman serba cyber seperti saat ini, tapi tidak bisa dipungkiri, diskriminasi
, keraguan-raguan, ketidak percayaan terhadap kaum disabilitas, masih sangat
tinggi. Ambil contoh, usaha makanan yang dikelola WD, sangat kurang diminati (baca : dibeli) oleh
masyarakat. Pada awalnya ada pembelinya, tapi setelah tahu siapa yang kelola
usaha makanan tersebut, menjadi kurang peminatnya. Masyarakat kurang percaya akan kebersihan dan kualitas
dari makanan tersebut. Tapi ini juga tergantung dari disabilitas seseorang,
jika usaha kuliner dikelola seorang disabilitas tunarungu, banyak peminatnya,
dibanding tunadaksa atau tunanetra.
Masih panjang perjuangan WD dalam meraih
pengakuan bahwa WD mampu juga berperan dalam bermasyarakat. Memang kita tidak
bisa memaksakan seseorang untuk selalu bersikap simpati, charity dengan nasib
para WD. Wanita itu sendirilah yang harus merubah kehidupannya. Yang terpenting
adalah selalu berusaha merubah mind set pada diri sendiri, lebih menghargai
diri sendiri, percaya pada kemampuannya, tidak manja, mampu menjawab tantangan
yang ada, gigih berjuang. Karena wanita
sudah mulia dari awalnya, sebagaimana Allah telah mengangkat derajat wanita itu
sendiri dalam menjalani kehidupan ini .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
tambah